LP3M UNSOED Berpartisipasi dalam Kuliah Teleconference Kemendikbud untuk Membahas Implementasi Kebijakan “Merdeka Belajar”

Kebijakan merdeka belajar dapat dikatakan sebagai inovasi yang dikeluarkan Dikbud. Pada kenyataannya masih banyak pertanyaan dan spekulasi mengenai hal itu. Kemendikbud merespon hal ini dengan menyelenggarakan webinar “Program Belajar Bekerja Terpadu : Lulus Kuliah Berbekal Pengalaman Kerja Profesional”, yang diselenggarakan secara teleconference pada hari Jum’at, 28 Februari 2020, pukul 09.00-10.00.

Bertindak sebagai narasumber adalah, Maydison Ginting, Ph.D (Kepala Program Studi S1 Business Mathematics Universitas Prasetiya Mulya), Bill Duggan (Field Director READI Project), Prof. Ir. Nizam, M.Sc, DIC, Ph.D (Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), dan Julian Noor, MM, AAIK, AMRP (Direktur Utama PT. Asuransi Adira Dinamika).

LP3M UNSOED, khususnya Pusat Pengembangan e-learning, berperan memfasilitasi webinar ini. Bertempat di LP3M, kegiatan ini diikuti pimpinan universitas yang diwakili oleh WR1 dan pimpinan fakultas, yang diwakili oleh para Waki Dekan 1 dan wakil program studi.

Prof. Nizam menjelaskan mengenai kebijakan kampus merdeka, diantranya akreditasi. Menurutnya, akreditasi yang sudah berjalan tetap diakui selama program studi merass tidak perlu meningkatkan akreditasinya.

Sementara itu Julian Noor dari PT Asuransi Adira Dinamika, menambahkan bahwa ada hal yang harus dijembatani antara kampus dan industri. Pengalamannya di perusahaan asuransi, pihak perusahaan mewajibkan karyawan yang masuk sudah berpengalaman. Hal ini menimbulkan kebutuhan bagi perusahaan untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam hal program magang. Semua mahasiswa magang yang dilakukan mahasiswa di perusahaannya memiliki performansi yang sangat bagus Tidak dapat dibedakan performansinya antara karyawan dan mahasiswa magang.

Maydison Ginting, Ph.D mengatakan bahwa “merdeka belajar” bagi mahasiswa adalah kesempatan bagi mahasiswa untuk bisa menatap masa depan. Mahasiswa bisa langsung mendengar dari industri, apa yang dibutuhkan saat ini, dan beberapa tahun ke depan.

ITS sebagai salah satu narasumber menceritakan pengalaman penyesuaian merdeka belajar dengan kurikulum. Menurutnya pelaksanaan kegiatan belajar di luar kampusnya disesuaikan dengan kurikulum perguruan tinggi, sehingga bisa melihat implementasi teori di kampus. Namun pelaksanaannya dilakukan di akhir-akhir perkuliahan (menjelang kelulusan). Apabila dilakukan di semester-semester awal, mahasiswa akan mampu memberi masukan terhadap kurikulum.

Bill Duggan memyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, softskill semakin penting untuk dikuasai mahasiswa, dan itu bisa digali dari program magang. Mahasiswa perlu untuk percaya diri, mengasah kemampuan problem solving, dan working in group. Pendapat umum bahwa semakin cepat lulus semakin baik, perlu dievaluasi. Apa gunanya lulus cepat tapi setelah lulus menganggur.

Maydison Ginting, dari Universitas Prasetya Mulya membagi pengalamannya menjalankan program magang. Program magang tersebut dinamakan Cooperative Education (Coop). Pelaksanaannya disesuaikan dengan kalender akademik. Ternyata industri punya kebutuhan yang tinggi terhadap tenaga magang dari mahasiswa, smeentara perguruan tinggi seolah-olah menutup diri. Pada kenyataannya mahasiswa yang magang, setelah kembali ke kampus, masih diminta untuk mengerjakan proyek-proyek perusahaan.

Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah, pada program “kampus merdeka”, pembelajaran tetap bisa dilakukan secara online, seperti yang sudah dilakukan di kampus ITS. Tantangan terbesar adalah menerjemahkan capaian pembelajaran pada kurikulum dengan capaian pembelajaran yang didapat mahasiswa melalui magang. Namun hal itu bisa disinkronkan dengan melakukan pembelajaran secara online. Satu hal penting, program magang akan sangat berpengaruh pada softskill. Ketika mahasiswa magang mereka akan belajar banyak mengenai softskill, yang itu juga merupakan capaian pembelajaran dalam kurikulum. Misalnya softskill komunikasi, etika pekerjaan, manajemen timeline pekerjaan, negosiasi dan lain-lain.

Pada kuliah teleconference ini, WR1, Prof.Dr. Ahmad Shodiq, M.Sc.Agr. memberikan pertanyaan mengenai perlunya standarisasi dan regulasi pada taraf impelementasi. Contoh industri yang ditampilkan oleh Diknas hanya industri asuransi, sementara banyak tempat-tempat magang lain yang tidak serupa, seperti proyek di pedesaan, dan lain-lain. Dijawab oleh Prof. Nizam, bahwa pengalaman tiap kampus akan berbeda sehingga kampus perlu menggali pengalamannya sendiri dan membuat standar yang sesuai kurikulumnya. Perguruan tinggi harus meyakini bahwa kompetensi itu bisa diperoleh mahasiswa di tempat magang. Prof. Nizam menambahkan, linearitas, dalam artian tempat magang harus sebidang dengan program studi sudah harus dibuat lebih fleksibel, sehingga membuat lulusan pun punya kesempatan yang fleksibel di dunia kerja.

Mengenai kegiatan ini, Ketua LP3M, Ir Suprayogi, Ph.D mengatakan bahwa di era dimana teknologi menjadi disruptive, kebijakan juga akan menjadi disruptif dan memerlukan penyamaan persepsi dari pelaksana kebijakan. Kegiatan teleconference ini semoga bisa sedikit memberi pencerahan. LP3M akan beradaptasi dengan berbagai teknologi untuk meningkatkan mutu dan fleksibilitas pembelajaran.

Translate ยป
slot77